Selasa, 30 September 2014

"MOBILISASI DAN IMOBILISASI"

MOBILISASI DAN IMOBILISASI*

MEKANIKA TUBUH
Mekanika tubuh adalah suatu usaha mengoordinasikan sistem muskolokeletal dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur, dan kesejajaran tubuh dalam mengangkat, membungkuk, bergerak, dan melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini di pengaruhi oleh kesejajaran tubuh atau postur yang mengacu pada posisi sendi, tendon, ligamen, dan otot selama berdiri. Semakin sejajar postur tubuh, maka akan semakin besar keseimbangannya. Keseimbangan diperlukan untuk mempertahankan posisi, memperoleh kestabilan selama bergerak dari satu posisi ke posisi lain, melakukan aktivitas sehari-hari, dan bergerak bebas di komunitas.
Berat adalah gaya pada tubuh yang digunakan terhadap gravitasi. Salah satu dari gaya yang ditimbulkan oleh tubuh adalah friksi.Friksi adalah gaya yang muncul dengan arah gerakan yang berlawanan terhadap gerakan benda. Klien pasif atau imobilisasi akan menghasilkan friksi yang lebih besar untuk bergerak. Friksi dapat dikurangi dengan cara mengangkat klien, bukan mendorong klien.
PENGATURAN GERAKAN
Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang saling mendukung antara sistem skeletal, otot skelet, dan sistem saraf. Skelet adalah rangka pendukung tubuh, yang berfungsi sebagai tempat melekatnya otot dan ligamen. Karakteristik skelet adalah kekokohan, kekakuan, dan elastisitas. Skelet terdiri dari empat tipe , yaitu panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Tulang panjang membentuk tinggi tubuh dan berbentuk panjang. Tulang pendek ada dalam bentuk kelompok dan ketika dikombinasikan dengan ligamen dan kertilago akan menghasilkan gerakan pada ekstremitas. Sedangkan tulang pipih adalah tulang yang mendukung struktur bentuk. Tulang ireguler membentuk kolumna vertebra dan beberapa tulang tengkorak.
Sendi adalah hubungan antar tulang. Sendi dibagi menjadi empat, yaitu sendi sinostotik, kertilaginus, fibrosa, dan sinorvial. Sendi sinostotik mengacu pada ikatan tulang dengan tulang. Sendi kartilaginus atau sendi sindesmodial memiliki sedikit gerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi fibrosa atau sendi sindesmodial adalah sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Sendi dinorvial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerrakkan secara bebas karena permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan digabungkan oleh ligamen sejajar dengan membran sinovial.
Jaringan yang ikat di bagi menjadi tiga, yaitu ligamen, tendon, dan kartilago. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu, dan menghubungkan tulang dengan kartilago. Sedangkan tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Kartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler, yang terletak terutama di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Sendi, ligamen, tendon, dan kartilago berfungsi untuk mendukung kekuatan dan fleksibilitas skelet.
Gerakan tulang dan sendi merupakan proses aktif yang harus terintegrasi secara hati-hati untuk mencapai koordinasi. Gerakan tersebut terjadi karena adanya kontraksi otot yang dirangsang oleh impuls elektrokimia yang berjalan dari saraf ke otot melalui sambungan mioneural. Ada dua tipe kontraksi otot, yatu isotonik dan isomerik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isomerik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot. Dalam hal ini, perawat harus mengetahui tentang penggunaan energi yang dikaitkan dengan latihan isometrik, karena hal ini menjadi kontra indikasi pada klien dengan penyakit tertentu.
Otot yang penting dalam pergerakan melekat di regio skelet, yaitu tempat pergerakan itu ditimbulkan oleh pengungkitan. Gerakan mengungkit adalah karakteristik dari pergerakan ekstremitas atas. Fungsi otot adalah untuk mempertahankan postur, berbentuk pendek, dan menyerupai kulit, karena membungkus tendon dengan arah miring berkumpul secara tidak langsung pada tendon.
Postur dan pergerakan dapat mencerminkan kepribadian dan suasana hati seseorang. Postur dan pergerakan juga bergantung pada ukuran skelet dan perkembangan otot skelet. Didalam hal ini, Tonus adalah suatu keadaan normal dari tegangan otot yang seimbang. Tonus otot dipertahankan melalui penggunaan otot yang terus menerus.
Kelompok otot dibedakan menjadi tiga, yaitu otot antagonistik, otot sinergistik, dan otot antigravitas. Otot antagonistik bekerjasama untuk menggerakkan sendi. Otot sinergistik berkontraksi bersama untuk menyempurnakan gerakan yang sama.Dan otot antigravitas berpengaruuh pada stabilasi sendi dan secara terus menerus melawan efek gravitasi tubuh dan mempertahankan postur tegak atau duduk.
Postur dan pergerakan tubuh tidak hanya bergantung pada skelet, tetapi juga tergantung pada sistem saraf. Hal ini disebabkan oleh fungsi sistem saraf sebagai pengatur dalam postur dan pergerakan tubuh seseorang. Area motorik volunter utama berada pada korteks serebral, yaitu di girus prasental atau jalur motorik. Selama gerakan volunter, impuls akan turun dari jalur motorik ke medula spinalis. Setelah impuls keluar dari medula spinalis melalui saraf motorik eferen, impuls akan berjalan melalui saraf lalu ke otot sehingga terjadi gerakan. Transmisi impuls dari sistem muskuloskeletal merupakan peristiwa kimia listrik dan membutuhkan neurotransmitter.
Neurotransmitter adalah substansi kimia seperti asetilkolin yang memindahkan impuls listrik dari saraf yang bersilangan pada simpul mioneural ke otot. Gangguan pada neurotransmitter dapat mengakibatkan gangguan pada pergerakan, sedangkan postur diatur oleh sistem saraf dan ditentukan dari koordinasi propriosepsi dan keseimbangan.
Propiosepsi adalah sensasi yang didapat melalui stimulasi dari dalam tubuh mengenai posisi dan aktifitas otot tertentu. Dalam melakukan kegiatan sehari-hari, propiosepsi memantau aktivitas otot dan posisis tubuh secara terus menerus.
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan postur tubuh tetap tegak melawan gravitasi (duduk atau berdiri) untuk mengatur seluruh keterampilan aktivitas motorik (Glick, 1992). Organ yang mempertahankan keseimbangan adalah serebelum (otak kecil ) dan telinga bagian dalam ( tiga saluran setengah lingkaran).
Semua mekanika tubuh penting untuk perawat dan klien. Hal ini dikarenakan Perawat menggunakan berbagai kelompok otot untuk setiap aktivitas keperawatan, seperti berjalan selama ronde keperawatan, memberikan obat, mengangkat dan memindahkan klien, dan menggerakkan objek.
PENGARUH PATOLOGIS PADA KESEJAJARAN TUBUH DAN MOBILISASI
Banyak kondisi patologis yang mempengaruhi kesejajaran tubuh dan mobilisasi. Salah satunya adalah kelainan postur yang didapat atau kongnietal yang mempengaruhi efisiensi sistem muskuloskeletal, seperti kesejajaran tubuh, keseimbangan, dan penampilan. Dengan adanya keadaan patologis, maka perawat menciptakan intervensi keperawatan untuk menguatkan kelompok sendi yang sakit, memperbaiki postur klien, dan menggunakan kelompok otot yang sakit dan tidak sakit secara adekuat.
Distrofi muskular adalah  sekumpulan gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat otot skelet. Kerusakan komponen sistem saraf pusat yang mengatur pergerakan volunteer mengakibatkan gangguan kesejajaran tubuh dan mobilisasi. Gangguan motorik dapat langsung berhubungan dengan jumlah kerusakannya. Selain itu karena serat motorik volunteer turun dari jalur motorik serebrum bawah medula spinalis, maka trauma pada medula spinalis juga mengganggu mobilisasi.
Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal menyebabkan memar, kontusio, salah urat, dan fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Fraktur biasa terjadi karena trauma langsung eksternal, tetapi dapat juga terjadi karena deformitas tulang. Jika fraktur mengalami penyembuahan, maka tulang akan membaik. Dalam hal ini, penatalaksanaan meliputi mengembalikan posisi tulang pada kesejajarannya dan mengimobilisasikan tulang untuk mendukung penyembuhan serta mengembalikan fungsi. Tanpa memperhatikan kerusakan, rencana asuhan keperawatan meliputi intervensi yang mempertahankan tingkat kesejajaran dan mobilisasi sendi yang ada dan meningkatkan fungsi motorik klien.
GANGGUAN MOBILISASI
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas, dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas. Tirah baring merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi untuk tetap berada di tempat tidur untuk tujuan terapeutik. Istilah atrofi disuse digunakan untuk menggambarkan pengurangan ukuran serat otot secara patologis setelah inaktivitas yang lama akibat tirah baring, trauma, pemakaian gips, ateu kerusakan saraf lokal.
Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan geerak fisik selama penggunaan alat bentu eksternal, pembatasan gerakan volunteer, atau kehilangan fungsi motorik.
Apabila terjadi perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi gangguan. Akan tetapi hal ini dapat di atasi dengan adanya sistem endokrin. Sistem endokrin merupakan produksi hormon-sekresi kelenjar, membantu mempertahankan dan mengatur fungsi vital, seperti respon terhadap stress dan cedera, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, homeostasis ion, dan metabolis energi. Akan tetapi jika tetap terjadi imobilisasi, maka akan tejadi gangguan fungsi metabolik normal, antara lain laju metabolik; metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan.
Defesiansi kalori dan protein merupakan karaktristik klien yang mengalami penurunan selera makan sekunder akibat imobilisasi. Selanjutnya akan di ikuti dengan ekskresi kalsium dalam urine yang ditingkatkan melalui resorpsi tulang. Lalu terjadi gangguan fungsi gastrointestinal yang bervariasi dan mengakibatkan penurunan motilitas saluran gastrointestinal.
Dalam hal ini, konstipasi merupakan hal yang umum terjadi. Klien pascaoperasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru. Pada beberapa hal dalam perkembangan komplikasi ini, akan ada penurunan sebanding dengan kemampuan klien untuk batuk produktif. Sistem kardiovaskuler juga dapat dipengaruhi oleh imobilisasi. Hal tersebut akan mengakibatkan tiga perubahan utama, yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan trombus.
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri. Hal ini mengakibatkan curah jantung menurun dan penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan peningkatan beban kerja.
 Pada tubuh klien juga akan terjadi pembentukan trombus. Trombus adalah akumulasi trombosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah, dan elemen sel-sel darah yang menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang menutup lumen pembuluh darah. Ada tiga faktor yang menyebabkan pembentukan trombus, yaitu hilangnya integritas dinding pembuluh darah, kelainan aliran darah, dan perubahan unsur-unsur darah.
Pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, otrofi, dan penurunan stabilitas. Jika imobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih, maka akan terjadi penurunan massa yang berkelanjutan. Penurunan mobilisasi dan gerakan akan mengakibatkan kerusakan muskuloskeletal yang besar, yang perubahan patofisiologi utamanya adalah atrofi.
Atrofi adalah suatu keadaan yang dipandang secara luas sebagai respons terhadap penyakit dan penurunan aktifitas sehari—hari, seperti pada respons imobilisasi dan tirah baring (Kasperet al, 1993). Penurunan stabiitas akan terjadi akibat kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan kelainan sendi yang aktual. Jika hal tersebut berlanjut, maka tubuh klien akan sangat beresiko untuk terjatuh.
Imobilitas menyebakan dua perubahan terhadap skelet, yaitu gangguan metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Hal ini dapat mengakibatkan kontraktur sendi, yaitu kondisi abnormal dan biasa permanen yang ditandai dengan sendi fleksi dan terfiksasi. Salah satu macam kontraktur umum dan lemah adalah foot drop.Pergelangan kaki akan terfiksasi dalam platar fleksi, sehingga akan sulit dilakukan ambulasi pada posisi ini.
Imobilisasi juga berdampak pada sistem integumen. Akan terjadi kerusakan integritas kulit yang dampaknya dapat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan, asuhan keperawatan, dan lamanya seorang klien dirawat di rumah sakit.
Selain itu imobilisasi dapat mengakibatkan status urine dan meningkatkan resiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal. Batu ginjal adalah batu kalsium yang terletak di dalam pelvis ginjal dan melewati ureter. Sejalan dengan imobilisasi yang berlanjut, asupan cairan yang terbatas dan penyebab lain seperti demam, akan meningkatkan resiko dehidrasi. Hal ini mengakibatkan urine yang diprodiksi berkonsentrasi tinggi dan meningkatkan resiko terjadinya batu ginjal dan infeksi.
Selain hal-hal diatas, imobilisasi dapat menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori, dan sosiokultural.
PERUBAHAN PERKEMBANGAN
                Sepanjang kehidupan penampilan dan fungsi tubuh mengalami perkembangan. Perkembangan terbesar tejadi pada usia kanak-kanak dan lansia.
                Pada bayi yang baru lahir, tulang belakangnya bersifat lentur dan kurang memiliki garis antero-posterior seperti pada orang dewasa.Sistem muskuloskeletal pada bayi bersifat fleksibel. Pada bayi yang tumbuh perkembangan muskuloskeletal membutuhkan dukungan berat badan untuk berdiri dan berjalan. Karena berat badan tidak tesebar merata, maka bayi akan sering terjatuh. Salah satu kelainan pada anak ketika berjalan adalah postur todler. Postur todler, yaitu anak agak berpunggung lengkung dengan perut menonjol.
                Pada usia tiga tahun, tubuh anak menjadi lebih ramping, lebih tinggi, dan lebih baik keseimbangannya. Koordinasi dan keterampilan motorik yang baik dapat membantu anak melakukan tugasnya dengan lebih baik.
                Tahap remaja ditandai dengan pertumbuhan yang pesat, dan terkadang pertumbuhan tersebut tidak berjalan seimbang. Pertumbuhan remaja putri (mis. Penyimpanan lemak di lengan atas dan paha; pinggul membesar; dll.) berjalan lebih awal dari pada pertumbuhan remaja putra (mis. Tungkai memanjang dan pinggul menyempit).
Orang dewasa sehat juga membutuhkan perkembangan yang baik pada muskuloskeletal dan koordinasi di dalam aktivitas sehari-hari. Perubahan postur normal dan kesejajaran tubuh orang dewasa biasa terjadi pada wanita hamil. Perubahan tersebut diakibatkan oleh respon adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan pertumbuhan fetus.
Pada lansia akan terjadi kehilangan total massa tulang progresif. Lansia juga akan mengalami perubahan status fungsional sekunder akibat perubahan status mobilisasi. Hal ini disebabkan oleh cara berjalan lansia yang lambat, tampak kurang koordinasi, dan menjaga kaki lebih dekat. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya dasar dukungan, sehingga tubuh menjadi tidak stabil dan mudah jatuh dan cedera.

*Catatan     : Diringkas oleh Alifatul ‘Ula Mas’uf dari buku Potter, P.A. & Perry, A.G., 1999, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik, E/4, Vol.2, alih bahasa oleh Renata Kumalasari, dkk., Jakarta: EGC. (halaman 1184 – 1198)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...