MOBILISASI DAN IMOBILISASI*
MEKANIKA TUBUH
Mekanika tubuh adalah suatu usaha
mengoordinasikan sistem muskolokeletal dan sistem saraf dalam mempertahankan
keseimbangan dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur, dan
kesejajaran tubuh dalam mengangkat, membungkuk, bergerak, dan melakukan
aktivitas sehari-hari. Hal ini di pengaruhi oleh kesejajaran tubuh atau postur yang
mengacu pada posisi sendi, tendon, ligamen, dan otot selama berdiri. Semakin
sejajar postur tubuh, maka akan semakin besar keseimbangannya. Keseimbangan diperlukan
untuk mempertahankan posisi, memperoleh kestabilan selama bergerak dari satu
posisi ke posisi lain, melakukan aktivitas sehari-hari, dan bergerak bebas di
komunitas.
Berat adalah gaya pada tubuh yang digunakan
terhadap gravitasi. Salah satu dari gaya yang ditimbulkan oleh tubuh adalah
friksi.Friksi adalah gaya yang muncul dengan arah gerakan yang berlawanan
terhadap gerakan benda. Klien pasif atau imobilisasi akan menghasilkan friksi
yang lebih besar untuk bergerak. Friksi dapat dikurangi dengan cara mengangkat
klien, bukan mendorong klien.
PENGATURAN GERAKAN
Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang
saling mendukung antara sistem skeletal, otot skelet, dan sistem saraf. Skelet
adalah rangka pendukung tubuh, yang berfungsi sebagai tempat melekatnya otot
dan ligamen. Karakteristik skelet adalah kekokohan, kekakuan, dan elastisitas. Skelet
terdiri dari empat tipe , yaitu panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Tulang panjang membentuk tinggi tubuh dan berbentuk panjang. Tulang
pendek ada dalam bentuk kelompok dan ketika dikombinasikan dengan ligamen dan
kertilago akan menghasilkan gerakan pada ekstremitas. Sedangkan tulang pipih adalah
tulang yang mendukung struktur bentuk. Tulang ireguler membentuk kolumna
vertebra dan beberapa tulang tengkorak.
Sendi adalah hubungan antar tulang. Sendi
dibagi menjadi empat, yaitu sendi sinostotik, kertilaginus, fibrosa, dan
sinorvial. Sendi sinostotik mengacu pada ikatan tulang dengan tulang. Sendi
kartilaginus atau sendi sindesmodial memiliki sedikit gerakan, tetapi elastis
dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi fibrosa atau
sendi sindesmodial adalah sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan dengan
ligamen atau membran. Sendi dinorvial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi
yang dapat digerrakkan secara bebas karena permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan digabungkan oleh ligamen sejajar dengan
membran sinovial.
Jaringan yang ikat di bagi menjadi tiga, yaitu
ligamen, tendon, dan kartilago. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang
berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu, dan
menghubungkan tulang dengan kartilago. Sedangkan tendon adalah jaringan ikat fibrosa
berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Kartilago
adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler, yang terletak
terutama di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Sendi,
ligamen, tendon, dan kartilago berfungsi untuk mendukung kekuatan dan
fleksibilitas skelet.
Gerakan tulang dan sendi merupakan proses
aktif yang harus terintegrasi secara hati-hati untuk mencapai koordinasi.
Gerakan tersebut terjadi karena adanya kontraksi otot yang dirangsang oleh
impuls elektrokimia yang berjalan dari saraf ke otot melalui sambungan
mioneural. Ada dua tipe kontraksi otot, yatu isotonik dan isomerik. Pada
kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isomerik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot. Dalam hal ini, perawat harus
mengetahui tentang penggunaan energi yang dikaitkan dengan latihan isometrik,
karena hal ini menjadi kontra indikasi pada klien dengan penyakit tertentu.
Otot yang penting dalam pergerakan melekat di
regio skelet, yaitu tempat pergerakan itu ditimbulkan oleh pengungkitan.
Gerakan mengungkit adalah karakteristik dari pergerakan ekstremitas atas. Fungsi
otot adalah untuk mempertahankan postur, berbentuk pendek, dan menyerupai
kulit, karena membungkus tendon dengan arah miring berkumpul secara tidak
langsung pada tendon.
Postur dan pergerakan dapat mencerminkan
kepribadian dan suasana hati seseorang. Postur dan pergerakan juga bergantung
pada ukuran skelet dan perkembangan otot skelet. Didalam hal ini, Tonus adalah
suatu keadaan normal dari tegangan otot yang seimbang. Tonus otot dipertahankan
melalui penggunaan otot yang terus menerus.
Kelompok otot dibedakan menjadi tiga, yaitu
otot antagonistik, otot sinergistik, dan otot antigravitas. Otot antagonistik
bekerjasama untuk menggerakkan sendi. Otot sinergistik berkontraksi bersama
untuk menyempurnakan gerakan yang sama.Dan otot antigravitas berpengaruuh pada
stabilasi sendi dan secara terus menerus melawan efek gravitasi tubuh dan
mempertahankan postur tegak atau duduk.
Postur dan pergerakan tubuh tidak hanya
bergantung pada skelet, tetapi juga tergantung pada sistem saraf. Hal ini
disebabkan oleh fungsi sistem saraf sebagai pengatur dalam postur dan pergerakan
tubuh seseorang. Area motorik volunter utama berada pada korteks serebral,
yaitu di girus prasental atau jalur motorik. Selama gerakan volunter, impuls
akan turun dari jalur motorik ke medula spinalis. Setelah impuls keluar dari
medula spinalis melalui saraf motorik eferen, impuls akan berjalan melalui
saraf lalu ke otot sehingga terjadi gerakan. Transmisi impuls dari sistem
muskuloskeletal merupakan peristiwa kimia listrik dan membutuhkan
neurotransmitter.
Neurotransmitter adalah substansi kimia seperti
asetilkolin yang memindahkan impuls listrik dari saraf yang bersilangan pada
simpul mioneural ke otot. Gangguan pada neurotransmitter dapat mengakibatkan
gangguan pada pergerakan, sedangkan postur diatur oleh sistem saraf dan
ditentukan dari koordinasi propriosepsi dan keseimbangan.
Propiosepsi adalah sensasi yang didapat
melalui stimulasi dari dalam tubuh mengenai posisi dan aktifitas otot tertentu.
Dalam melakukan kegiatan sehari-hari, propiosepsi memantau aktivitas otot dan
posisis tubuh secara terus menerus.
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mencapai
dan mempertahankan postur tubuh tetap tegak melawan gravitasi (duduk atau
berdiri) untuk mengatur seluruh keterampilan aktivitas motorik (Glick, 1992). Organ
yang mempertahankan keseimbangan adalah serebelum (otak kecil ) dan telinga
bagian dalam ( tiga saluran setengah lingkaran).
Semua mekanika tubuh penting untuk perawat dan
klien. Hal ini dikarenakan Perawat menggunakan berbagai kelompok otot untuk
setiap aktivitas keperawatan, seperti berjalan selama ronde keperawatan,
memberikan obat, mengangkat dan memindahkan klien, dan menggerakkan objek.
PENGARUH PATOLOGIS PADA KESEJAJARAN
TUBUH DAN MOBILISASI
Banyak kondisi patologis yang mempengaruhi
kesejajaran tubuh dan mobilisasi. Salah satunya adalah kelainan postur yang
didapat atau kongnietal yang mempengaruhi efisiensi sistem muskuloskeletal,
seperti kesejajaran tubuh, keseimbangan, dan penampilan. Dengan adanya keadaan
patologis, maka perawat menciptakan intervensi keperawatan untuk menguatkan
kelompok sendi yang sakit, memperbaiki postur klien, dan menggunakan kelompok
otot yang sakit dan tidak sakit secara adekuat.
Distrofi muskular adalah sekumpulan gangguan yang disebabkan oleh
degenerasi serat otot skelet. Kerusakan komponen sistem saraf pusat yang
mengatur pergerakan volunteer mengakibatkan gangguan kesejajaran tubuh dan
mobilisasi. Gangguan motorik dapat langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakannya. Selain itu karena serat motorik volunteer turun dari jalur
motorik serebrum bawah medula spinalis, maka trauma pada medula spinalis juga
mengganggu mobilisasi.
Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal
menyebabkan memar, kontusio, salah urat, dan fraktur. Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Fraktur biasa terjadi karena trauma
langsung eksternal, tetapi dapat juga terjadi karena deformitas tulang. Jika
fraktur mengalami penyembuahan, maka tulang akan membaik. Dalam hal ini, penatalaksanaan
meliputi mengembalikan posisi tulang pada kesejajarannya dan mengimobilisasikan
tulang untuk mendukung penyembuhan serta mengembalikan fungsi. Tanpa
memperhatikan kerusakan, rencana asuhan keperawatan meliputi intervensi yang
mempertahankan tingkat kesejajaran dan mobilisasi sendi yang ada dan
meningkatkan fungsi motorik klien.
GANGGUAN MOBILISASI
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang
untuk bergerak dengan bebas, dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan
seseorang untuk bergerak dengan bebas. Tirah baring merupakan suatu intervensi
dimana klien dibatasi untuk tetap berada di tempat tidur untuk tujuan terapeutik.
Istilah atrofi disuse digunakan untuk
menggambarkan pengurangan ukuran serat otot secara patologis setelah
inaktivitas yang lama akibat tirah baring, trauma, pemakaian gips, ateu
kerusakan saraf lokal.
Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi)
didefinisikan oleh North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Perubahan dalam
tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam
bentuk tirah baring, pembatasan geerak fisik selama penggunaan alat bentu
eksternal, pembatasan gerakan volunteer, atau kehilangan fungsi motorik.
Apabila terjadi perubahan mobilisasi, maka
setiap sistem tubuh beresiko terjadi gangguan. Akan tetapi hal ini dapat di
atasi dengan adanya sistem endokrin. Sistem endokrin merupakan produksi
hormon-sekresi kelenjar, membantu mempertahankan dan mengatur fungsi vital,
seperti respon terhadap stress dan cedera, pertumbuhan dan perkembangan,
reproduksi, homeostasis ion, dan metabolis energi. Akan tetapi jika tetap
terjadi imobilisasi, maka akan tejadi gangguan fungsi metabolik normal, antara
lain laju metabolik; metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein;
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan
gangguan pencernaan.
Defesiansi kalori dan protein merupakan
karaktristik klien yang mengalami penurunan selera makan sekunder akibat
imobilisasi. Selanjutnya akan di ikuti dengan ekskresi kalsium dalam urine yang
ditingkatkan melalui resorpsi tulang. Lalu terjadi gangguan fungsi gastrointestinal
yang bervariasi dan mengakibatkan penurunan motilitas saluran gastrointestinal.
Dalam hal ini, konstipasi merupakan hal yang
umum terjadi. Klien pascaoperasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami
komplikasi paru-paru. Pada beberapa hal dalam perkembangan komplikasi ini, akan
ada penurunan sebanding dengan kemampuan klien untuk batuk produktif. Sistem
kardiovaskuler juga dapat dipengaruhi oleh imobilisasi. Hal tersebut akan
mengakibatkan tiga perubahan utama, yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan
beban kerja jantung, dan pembentukan trombus.
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan
darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi
berbaring atau duduk ke posisi berdiri. Hal ini mengakibatkan curah jantung
menurun dan penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan peningkatan beban
kerja.
Pada
tubuh klien juga akan terjadi pembentukan trombus. Trombus adalah akumulasi
trombosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah, dan elemen sel-sel darah yang
menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang menutup lumen
pembuluh darah. Ada tiga faktor yang menyebabkan pembentukan trombus, yaitu
hilangnya integritas dinding pembuluh darah, kelainan aliran darah, dan
perubahan unsur-unsur darah.
Pengaruh imobilisasi pada sistem
muskuloskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi
mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
otrofi, dan penurunan stabilitas. Jika imobilisasi berlanjut dan otot tidak
dilatih, maka akan terjadi penurunan massa yang berkelanjutan. Penurunan
mobilisasi dan gerakan akan mengakibatkan kerusakan muskuloskeletal yang besar,
yang perubahan patofisiologi utamanya adalah atrofi.
Atrofi adalah suatu keadaan yang dipandang
secara luas sebagai respons terhadap penyakit dan penurunan aktifitas
sehari—hari, seperti pada respons imobilisasi dan tirah baring (Kasperet al,
1993). Penurunan stabiitas akan terjadi akibat kehilangan daya tahan, penurunan
massa otot, atrofi, dan kelainan sendi yang aktual. Jika hal tersebut
berlanjut, maka tubuh klien akan sangat beresiko untuk terjatuh.
Imobilitas menyebakan dua perubahan terhadap
skelet, yaitu gangguan metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Hal ini dapat
mengakibatkan kontraktur sendi, yaitu kondisi abnormal dan biasa permanen yang
ditandai dengan sendi fleksi dan terfiksasi. Salah satu macam kontraktur umum
dan lemah adalah foot drop.Pergelangan kaki akan terfiksasi dalam platar
fleksi, sehingga akan sulit dilakukan ambulasi pada posisi ini.
Imobilisasi juga berdampak pada sistem
integumen. Akan terjadi kerusakan integritas kulit yang dampaknya dapat
berpengaruh pada tingkat kesejahteraan, asuhan keperawatan, dan lamanya seorang
klien dirawat di rumah sakit.
Selain itu imobilisasi dapat mengakibatkan
status urine dan meningkatkan resiko infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal. Batu ginjal adalah batu kalsium yang terletak di dalam pelvis ginjal
dan melewati ureter. Sejalan dengan imobilisasi yang berlanjut, asupan cairan
yang terbatas dan penyebab lain seperti demam, akan meningkatkan resiko
dehidrasi. Hal ini mengakibatkan urine yang diprodiksi berkonsentrasi tinggi
dan meningkatkan resiko terjadinya batu ginjal dan infeksi.
Selain hal-hal diatas, imobilisasi dapat
menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori, dan sosiokultural.
PERUBAHAN PERKEMBANGAN
Sepanjang kehidupan penampilan
dan fungsi tubuh mengalami perkembangan. Perkembangan terbesar tejadi pada usia
kanak-kanak dan lansia.
Pada bayi yang baru lahir,
tulang belakangnya bersifat lentur dan kurang memiliki garis antero-posterior
seperti pada orang dewasa.Sistem muskuloskeletal pada bayi bersifat fleksibel.
Pada bayi yang tumbuh perkembangan muskuloskeletal membutuhkan dukungan berat
badan untuk berdiri dan berjalan. Karena berat badan tidak tesebar merata, maka
bayi akan sering terjatuh. Salah satu kelainan pada anak ketika berjalan adalah
postur todler. Postur todler, yaitu anak agak berpunggung lengkung dengan perut
menonjol.
Pada usia tiga tahun, tubuh anak
menjadi lebih ramping, lebih tinggi, dan lebih baik keseimbangannya. Koordinasi
dan keterampilan motorik yang baik dapat membantu anak melakukan tugasnya
dengan lebih baik.
Tahap remaja ditandai dengan
pertumbuhan yang pesat, dan terkadang pertumbuhan tersebut tidak berjalan
seimbang. Pertumbuhan remaja putri (mis. Penyimpanan lemak di lengan atas dan
paha; pinggul membesar; dll.) berjalan lebih awal dari pada pertumbuhan remaja
putra (mis. Tungkai memanjang dan pinggul menyempit).
Orang dewasa sehat juga membutuhkan
perkembangan yang baik pada muskuloskeletal dan koordinasi di dalam aktivitas
sehari-hari. Perubahan postur normal dan kesejajaran tubuh orang dewasa biasa
terjadi pada wanita hamil. Perubahan tersebut diakibatkan oleh respon adaptif
tubuh terhadap penambahan berat dan pertumbuhan fetus.
Pada lansia akan terjadi kehilangan total
massa tulang progresif. Lansia juga akan mengalami perubahan status fungsional
sekunder akibat perubahan status mobilisasi. Hal ini disebabkan oleh cara
berjalan lansia yang lambat, tampak kurang koordinasi, dan menjaga kaki lebih
dekat. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya dasar dukungan, sehingga tubuh
menjadi tidak stabil dan mudah jatuh dan cedera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...