PERUBAHAN
SENSORI*
Setiap makhluk hidup membutuhkan pendengaran, penglihatan, dan
kemampuan merasakan benda serta aroma di sekitanya. Macam-macam stimulan,
antara lain auditori, visual, taktil (perabaan), olfaktori (penciuman), dan
gustatori (rasa). Tubuh memiliki indera kinestetik, yang berfungsi menyadarkan
setiap pergerakan dan posisi pada bagian tubuh dengan tanpa melihat. Sedangkan
Stereognosis merupakan indera yang dapat membantu seseorang dalam mengenal
bentuk, ukuran, dan tekstur suatu benda.
Penglihatan dan
Pendengaran Normal
1. MATA, berfungsi mengirim pola
akurat ke otak melalui perantara sinar, yaitu merefleksikan sinar dari sebuah
benda, menjadi warna dan corak.
2. TELINGA, berfungsi mengirim
pola akurat ke otak dari suara yang diterima.
o
SENSASI NORMAL
Untuk keadaan normal, sistem saraf
menerima, menyalurkan, dan mengintegrasi informasi menjadi sebuah respons yang
bermakna. Agar stimulus sensori sampai ke pusat otak, sistem saraf harus utuh.
Hal ini dapat menentukan kesehatan seseorang. Apabila kualitas stimulus
seseorang tidak mencukupi, maka dapat terjadi perubahan sensori.
o
PERUBAHAN SENSORI
Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan sensori, antara lain usia (penurunan ketajaman pendengaran dan penglihatan pada usia 35
tahun keatas), medikasi (antibiotik
yang dapat merusak sistem pendengaran), lingkungan
(suara bising), tingkat kenyamanan
(kelelahan), penyakit terdahulu,
seperti penyakit vaskular perifer, merokok,
dan Intubasi Endotrakea.
Berikut beberapa jenis
perubahan sensori beserta penjelasannya.
1. Defisit Sensori, merupakan kerusakan atau ketidakmampuan seseorang dalam menerima
stimulus. Misalnya penderita kebutaan atau tuli, presbiopi, katarak
2. Deprivasi Sensori, situasi dimana seseorang
memiliki ketidak adekuatan kualitas dan kuantitas stimulus. Deprivasi sensori
dibagi menjadi tigas jenis, yaitu kurangnya input sensori, eliminasi perintah
dari input, dan restriksi dari lingkungan
3. Beban Sensori berlebihan, merupakan penerimaan banyak stimulus,
namun tidak mampu mengabaikan atau menyeleksi stimulus.
o
PROSES KEPERAWATAN
Dalam proses keperawatan,
perawat perlu mengkaji, mendiagnosa,
merencanakan, mengimplementasi, dan mengevaluasi.
Pengkajian terhadap pasien yang
berisiko terhadap perubahan sensori harus memperhatikan faktor yang dapat
mempengaruhi fungsi sensori. Perawat juga disarankan untuk mengkaji rutinitas
pasien, dan pasien yang berisiko tinggi mengalami perubahan sensori, misalnya
lansia. Riwayat keperawatan juga menyediakan pengkajian tentang karakteristik
dan sifat perubahan sensori. Selain itu, perawat juga harus mengkaji lingkungan
pasien, misalnya tempat tinggal dan rumah sakit (harus aman, nyaman dan
terhindar dari bahaya).
Kemampuan pasien dalam
beraktivitas atau melakukan perawatan diri, bagaimana sosialisasi pasien dengan
anggota keluarga yang lain, metode komunikasi pasien (untuk saling
berinteraksi), dan status mental pasien juga perlu dikaji. Pengkajian status
mental pasien sangat penting dilakukan, untuk dasar evaluasi dalam pendataan
status mental, misalnya penampilan, perilaku, stabilitas emosional, dan
kemampuan kognitif pasien (tingkat kesadaran, perhatian). Tindakan ini dapat
dilakukan menggunakan alat MMSE (Mini-Mental Status Examination).
Selain itu, juga dilakukan
pengkajian fisik terhadap fungsi sensori, antara lain penglihatan (pasien
dipersilahkan untuk membaca), pendengaran (berbicara dengan pasien, melakukan
audiometri), sentuhan (mengkaji pasien dengan sentuhan cahaya dan temperatur),
penciuman (pasien mengidentifikasi bau makanan dengan mata tertutup), rasa
(membedakan rasa pada minuman),dan indera posisi (melakukan tes konvensional).
Setelah melakukan pengkajian,
perawat harus mengulang data yang telah tersedia, kemudian mendiagnosa/mencari
pola tentang masalah kesehatan yang diderita pasien mengenai perubahan sensori
tersebut. Hal-hal yang perlu dilakukan perawat dalam melakukan diagnose
keperawatan antara lain memvalidasi beberapa penemuan untuk mendapatkan hasil
yang akurat, menentukan faktor yang menjadi penyebab masalah kesehatan pasien,
dan perawat harus mengakui data yang diperoleh mengenai masalah kesehatan
pasien.
Rencana perawatan tergantung
pada penilaian tentang persepsi perubahan sensori pasien. Saat mengembangkan
sebuah rencana perawatan, seorang perawat harus mempertimbangkan sumber yang
ada bagi pasien. Tujuan perawatan pasien yang menderita perubahan sensori
adalah pasien memelihara fungsi indera mereka, pasien mampu beraktivitas atau
melakukan perawatan diri, lingkungan pasien termasuk dalam stimulus sensori
bermakna, pasien berkomunikasi efektif, dan lain-lain.
Intervensi keperawatan dipilih
berdasarkan diagnosa keperawatan yang dihubungkan dengan faktor yang dapat
memberikan kontribusi terhadap masalah yang diderita pasien. Hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk mencegah perubahan sensori adalah peningkatan kesehatan.
Dalam meningkatkan kesehatan, fungsi sensori dapat dimulai melalui pencegahan.
Beberapa pencegahan tersebut antara lain skrining (mencegah kerusakan
penglihatan dan pendengaran), keamanan preventif (menghindaru trauma yang dapat
menyebabkan kebutaan, memberikan imunisasi pada anak untuk mencegah penyakit
pendengaran), pemeliharaan kesehatan antara lain :
1.
Penggunaan alat bantu seperti kacamata, lensa kontak
korektif harus terjaga kebersihan, kemudahan, dan fungsionalnya
2.
Peningkatan stimulasi bermakna
3.
Menciptakan lingkungan aman, hal ini dapat dilakukan oleh
perawat dengan cara membuat rekomendasi agar tercipta lingkungan yang aman.
Seorang pasien juga harus mampu beradaptasi apabila menderita perubahan sensori,
seperti kehilangan penglihatan, penurunan penciuman, pendengaran, dan
berkurangnya sensasi taktil.
4.
Peningkatan komunikasi, merupakan hal yang penting
bagi seorang individu untuk berkomunikasi antar sesama, agar seseorang tidak
merasa terisolasi akibat tidak mampu berkomunikasi. Cara berkomunikasi dengan
pasien yang mengalami gangguan pendengaran adalah memberi materi instruksi dan
menggunakan alat bantu dengar, seperti grafik atau poster.
5.
Orientasi lingkungan, dapat diberikan dengan cara
memastikan tanda pengenal, menyebut pasien dengan nama, memberitahukan dimana
mereka, dan menggunakan isyarat untuk lokasi dan waktu.
6.
Tindakan keselamatan, dalam hal ini perawat sangat
berperan penting sebagai pendamping pasien apabila diperlukan sewaktu-waktu
demi keselamatan pasien dalam melakukan aktivitas.
7.
Komunikasi, pasien yang mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi merupakan tugas seorang perawat dalam membangun komunikasi
dasar.
8.
Pengontrolan stimulus sensori, perawat mengatur rencana
perawatan untuk mengurangi beban sensori yang tidak terkontrol. Pasien harus
beristirahat dan terbebas dari stres. Selain itu, gaya hidup sehat juga
diperlukan sekalipun seseorang telah menderita perubahan sensori.
9.
Pemahaman kehilangan sensori, sehingga pasien harus
memahami tata cara beradaptasi, sehingga lingkungan menjadi stimulasi aman dan
sesuai.
10.
Sosialisasi, misalnya komunikasi.
Komunikasi antara perawat dengan pasien dapat mengurangi suasana sepi dan rasa
terisolasi.
11.
Peningkatan perawatan diri, merupakan hal yang sangat
penting untuk harga diri. Perawat bertugas memberikan arahan bagaimana cara
merawat diri yang baik dan benar.
Setelah megintervensi, perawat juga harus
mengevaluasi tindakan-tindakan yang telah dilakukan apakah sudah meningkatkan
atau mempertahankan kemampuan pasien dalam beraktivitas dan berinteraksi dalam
lingkungannya. Dalam hal ini, perawat mengevaluasi kemampuan pasien dalam
merasakan stimulus.
*Catatan: Diringkas oleh Iqlima
Alvein Nafiisah dari buku Potter, P.A. & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik, Vol.2 E/4. Alih bahasa oleh Renta Kumalasari, Dian Everiyani,
Enie Novieastari, Alfrina Hany & Sari Kurnianingsih. Jakarta: EGC. (halaman
1304—1331).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...