Selasa, 30 September 2014

PERUBAHAN SENSORI

PERUBAHAN SENSORI*

Setiap makhluk hidup membutuhkan pendengaran, penglihatan, dan kemampuan merasakan benda serta aroma di sekitanya. Macam-macam stimulan, antara lain auditori, visual, taktil (perabaan), olfaktori (penciuman), dan gustatori (rasa). Tubuh memiliki indera kinestetik, yang berfungsi menyadarkan setiap pergerakan dan posisi pada bagian tubuh dengan tanpa melihat. Sedangkan Stereognosis merupakan indera yang dapat membantu seseorang dalam mengenal bentuk, ukuran, dan tekstur suatu benda.
Penglihatan dan Pendengaran Normal
1.       MATA, berfungsi mengirim pola akurat ke otak melalui perantara sinar, yaitu merefleksikan sinar dari sebuah benda, menjadi warna dan corak.
2.       TELINGA, berfungsi mengirim pola akurat ke otak dari suara yang diterima.

o   SENSASI NORMAL
Untuk keadaan normal, sistem saraf menerima, menyalurkan, dan mengintegrasi informasi menjadi sebuah respons yang bermakna. Agar stimulus sensori sampai ke pusat otak, sistem saraf harus utuh. Hal ini dapat menentukan kesehatan seseorang. Apabila kualitas stimulus seseorang tidak mencukupi, maka dapat terjadi perubahan sensori.

o   PERUBAHAN SENSORI
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sensori, antara lain usia (penurunan ketajaman pendengaran dan penglihatan pada usia 35 tahun keatas), medikasi (antibiotik yang dapat merusak sistem pendengaran), lingkungan (suara bising), tingkat kenyamanan (kelelahan), penyakit terdahulu, seperti penyakit vaskular perifer, merokok, dan Intubasi Endotrakea.
Berikut beberapa jenis perubahan sensori beserta penjelasannya.
1.       Defisit Sensori, merupakan kerusakan atau ketidakmampuan seseorang dalam menerima stimulus. Misalnya penderita kebutaan atau tuli, presbiopi, katarak
2.       Deprivasi Sensori,  situasi dimana seseorang memiliki ketidak adekuatan kualitas dan kuantitas stimulus. Deprivasi sensori dibagi menjadi tigas jenis, yaitu kurangnya input sensori, eliminasi perintah dari input, dan restriksi dari lingkungan
3.       Beban Sensori berlebihan, merupakan penerimaan banyak stimulus, namun tidak mampu mengabaikan atau menyeleksi stimulus.

o    PROSES KEPERAWATAN
Dalam proses keperawatan, perawat perlu mengkaji, mendiagnosa, merencanakan, mengimplementasi, dan mengevaluasi.
Pengkajian terhadap pasien yang berisiko terhadap perubahan sensori harus memperhatikan faktor yang dapat mempengaruhi fungsi sensori. Perawat juga disarankan untuk mengkaji rutinitas pasien, dan pasien yang berisiko tinggi mengalami perubahan sensori, misalnya lansia. Riwayat keperawatan juga menyediakan pengkajian tentang karakteristik dan sifat perubahan sensori. Selain itu, perawat juga harus mengkaji lingkungan pasien, misalnya tempat tinggal dan rumah sakit (harus aman, nyaman dan terhindar dari bahaya).
Kemampuan pasien dalam beraktivitas atau melakukan perawatan diri, bagaimana sosialisasi pasien dengan anggota keluarga yang lain, metode komunikasi pasien (untuk saling berinteraksi), dan status mental pasien juga perlu dikaji. Pengkajian status mental pasien sangat penting dilakukan, untuk dasar evaluasi dalam pendataan status mental, misalnya penampilan, perilaku, stabilitas emosional, dan kemampuan kognitif pasien (tingkat kesadaran, perhatian). Tindakan ini dapat dilakukan menggunakan alat MMSE (Mini-Mental Status Examination).
Selain itu, juga dilakukan pengkajian fisik terhadap fungsi sensori, antara lain penglihatan (pasien dipersilahkan untuk membaca), pendengaran (berbicara dengan pasien, melakukan audiometri), sentuhan (mengkaji pasien dengan sentuhan cahaya dan temperatur), penciuman (pasien mengidentifikasi bau makanan dengan mata tertutup), rasa (membedakan rasa pada minuman),dan indera posisi (melakukan tes konvensional).
Setelah melakukan pengkajian, perawat harus mengulang data yang telah tersedia, kemudian mendiagnosa/mencari pola tentang masalah kesehatan yang diderita pasien mengenai perubahan sensori tersebut. Hal-hal yang perlu dilakukan perawat dalam melakukan diagnose keperawatan antara lain memvalidasi beberapa penemuan untuk mendapatkan hasil yang akurat, menentukan faktor yang menjadi penyebab masalah kesehatan pasien, dan perawat harus mengakui data yang diperoleh mengenai masalah kesehatan pasien.
Rencana perawatan tergantung pada penilaian tentang persepsi perubahan sensori pasien. Saat mengembangkan sebuah rencana perawatan, seorang perawat harus mempertimbangkan sumber yang ada bagi pasien. Tujuan perawatan pasien yang menderita perubahan sensori adalah pasien memelihara fungsi indera mereka, pasien mampu beraktivitas atau melakukan perawatan diri, lingkungan pasien termasuk dalam stimulus sensori bermakna, pasien berkomunikasi efektif, dan lain-lain.
Intervensi keperawatan dipilih berdasarkan diagnosa keperawatan yang dihubungkan dengan faktor yang dapat memberikan kontribusi terhadap masalah yang diderita pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah perubahan sensori adalah peningkatan kesehatan. Dalam meningkatkan kesehatan, fungsi sensori dapat dimulai melalui pencegahan. Beberapa pencegahan tersebut antara lain skrining (mencegah kerusakan penglihatan dan pendengaran), keamanan preventif (menghindaru trauma yang dapat menyebabkan kebutaan, memberikan imunisasi pada anak untuk mencegah penyakit pendengaran), pemeliharaan kesehatan antara lain :
1.         Penggunaan alat bantu seperti kacamata, lensa kontak korektif harus terjaga kebersihan, kemudahan, dan fungsionalnya
2.         Peningkatan stimulasi bermakna
3.         Menciptakan lingkungan aman, hal ini dapat dilakukan oleh perawat dengan cara membuat rekomendasi agar tercipta lingkungan yang aman. Seorang pasien juga harus mampu beradaptasi apabila menderita perubahan sensori, seperti kehilangan penglihatan, penurunan penciuman, pendengaran, dan berkurangnya sensasi taktil.
4.         Peningkatan komunikasi, merupakan hal yang penting bagi seorang individu untuk berkomunikasi antar sesama, agar seseorang tidak merasa terisolasi akibat tidak mampu berkomunikasi. Cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan pendengaran adalah memberi materi instruksi dan menggunakan alat bantu dengar, seperti grafik atau poster.
5.         Orientasi lingkungan, dapat diberikan dengan cara memastikan tanda pengenal, menyebut pasien dengan nama, memberitahukan dimana mereka, dan menggunakan isyarat untuk lokasi dan waktu.
6.         Tindakan keselamatan, dalam hal ini perawat sangat berperan penting sebagai pendamping pasien apabila diperlukan sewaktu-waktu demi keselamatan pasien dalam melakukan aktivitas.
7.         Komunikasi, pasien yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi merupakan tugas seorang perawat dalam membangun komunikasi dasar.
8.         Pengontrolan stimulus sensori, perawat mengatur rencana perawatan untuk mengurangi beban sensori yang tidak terkontrol. Pasien harus beristirahat dan terbebas dari stres. Selain itu, gaya hidup sehat juga diperlukan sekalipun seseorang telah menderita perubahan sensori.
9.         Pemahaman kehilangan sensori, sehingga pasien harus memahami tata cara beradaptasi, sehingga lingkungan menjadi stimulasi aman dan sesuai.
10.     Sosialisasi, misalnya komunikasi. Komunikasi antara perawat dengan pasien dapat mengurangi suasana sepi dan rasa terisolasi.
11.     Peningkatan perawatan diri, merupakan hal yang sangat penting untuk harga diri. Perawat bertugas memberikan arahan bagaimana cara merawat diri yang baik dan benar.
Setelah megintervensi, perawat juga harus mengevaluasi tindakan-tindakan yang telah dilakukan apakah sudah meningkatkan atau mempertahankan kemampuan pasien dalam beraktivitas dan berinteraksi dalam lingkungannya. Dalam hal ini, perawat mengevaluasi kemampuan pasien dalam merasakan stimulus.



*Catatan: Diringkas oleh Iqlima Alvein Nafiisah dari buku Potter, P.A. & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Vol.2 E/4. Alih bahasa oleh Renta Kumalasari, Dian Everiyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany & Sari Kurnianingsih. Jakarta: EGC. (halaman 1304—1331).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...