Selasa, 30 September 2014

PROSES BELAJAR-MENGAJAR*

Sekarang ini didalam praktik perawatan kesehatan untuk seorang pasien, lebih ditekankan pada pendidikan kesehatan yang berkualitas. Pendidikan untuk klien merupakan sesuatu yang sangat penting bagi seorang perawat.  Selain untuk kepentingan perawat, pendidikan kesehatan ini juga memiliki peran penting pula bagi diri si pasien itu sendiri, sebab pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai diagnosis, prognosis, pengobatan serta akibat dari pengobatan terhadap dirinya.  
v  Standar untuk Pendidikan Klien
Menurut The Joint Commisson on Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) (1995) (dalam Potter dan Pery, 2005: 337 ),  standar untuk pendidikan klien/keluarga  adalah sebagai berikut:
1.       Klien/keluarga diberi pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang diperlukan untuk memberikan keuntungan penuh dari intervensi kesehatan yang dilakukan oleh institusi.
2.       Organisasi merencanakan dan mendorong pengawasan dan koordinasi aktivitas dan sumber pendidikan klien/keluarga.
3.       Klien/keluarga mengetahui kebutuhan belajar mereka, kemampuan, dan kesiapan untuk belajar.
4.       Proses pendidikan klien/keluarga bersifat interdisiplin sesuai dengan rencana asuhan keperawatan.
5.       Klien/keluarga mendapatkan pendidikan yang spesifik sesuai dengan hasil pengkajian kemampuan dan kesiapannya. Pendidikan kesehatan meliputi pemberian obat-obatan, penggunaan alat medis, pemahaman tentang interaksi makanan/obat dan modifikasi makanan, rehabilitasi, serta bagaimana melakukan pengobatan selanjutnya.
6.       Informasi mengenai instruksi pulang yang diberikan pada klien/keluarga diberikan institusi atau individu tertentu yang bertanggung jawab terhadap kesinambungan perawatan klien.
Keberhasilan untuk mencapai stadar di atas tergantung pada keikutsertaan seluruh tenaga kesehatan profesional. 
v  Tujuan Pendidikan Klien
Pada dasarnya pendidikan kesehatan ditujukan agar klien dapat meningkatkan, memperbaiki dan mempertahankan status kesehatannya. Pendidikan pasien/klien yang komprehensif terdiri dari tiga tujuan, yaitu:
1.       Pencegahan penyakit, pemeliharaan serta peningkatan kesehatan
2.       Perbaikan kesehatan
3.       Koping terhadap gangguan fungsi
v  Pengajaran dan Pembelajaran
Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang dapat memenuhi kebutuhan dari peserta didik. Pengajaran merupakan suatu proses interaktif yang dapat mendorong  terjadinya pembelajaran. Untuk memisahkan pengajaran dan pembelajaran merupakan hal yang sangat sulit dilakukan. “Pembelajaran merupakan upaya penambahan pengetahuan baru, sikap, dan keterampilan melalui penguatan praktik dan pengalaman tertentu” (Potter dan Pery, 2005: 339).
Peran perawat di dalam proses pengajaran dan pembalajaran
Klien seringkali menayakan tentang informasi kesehatan kepada perawat. Oleh karena itu, perawat harus mengantisipasi kebutuhan klien/pasien terhadap informasi tertentu.  Tetapi untuk menjadi seorang pendidik yang efektif, perawat harus memberikan lebih dari sekedar informasi.
Pengajaran sebagai komunikasi
Kefektifan dalam pengajaran sangat bergantung pada keefektifan dalam berkomunikasi secara interpersonal. Dalam hal ini, guru dan murid terlibat aktif di dalam proses pembelajaran sehingga nantinya dapat meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam diri peserta didik. Di dalam proses pengajaran, perawat berperan sebagai sender, yaitu seseorang  yang menyampaikan pesan kepada oranglain (klien). Pesan dan isi dari pengajaran disini harus disampaikan secara jelas dan terinci  kepada peserta didik (klien),  yang dalam hal ini berperan sebagai penerima pesan.
v  Domain pengajaran
1.       Pembelajaran kognitif
Pembelajaran kognitif meliputi seluruh perilaku intelektual. Perilaku kognitif paling sederhana adalah pengetahuan dan yang kompleks adalah evaluasi.
2.       Pembelajaran afektif
“Pembelajaran afektif berkaitan dengan ekspresi perasaan dan penerimaan suatu sikap, opini atau seperangkat nilai” (Potter dan Pery, 2005: 341).  Perilaku paling sederhana untuk hirarki ini adalah menerima, sedangkan yang paling kompleks yaitu mengarakteristikkan.
3.       Pembelajaran psikomotor
Pembelajaran psikomotor membutuhkan keutuhan mental serta aktivitas otot, misalnya menggunakan alat makan atau kemampuan berjalan. Simpson (dalam Potter dan Pery, 2005: 342) menyatakan “perilaku yang paling sederhana dalam hirarki ini adalah persepsi, dan yang paling kompleks adalah keaslian”.
v  Prinsip pembelajaran dasar
Pembelajaran bergantung dari motivasi seseorang untuk belajar, kemampuan belajar, serta lingkungan pembelajaran.
1.       Motivasi untuk belajar
a.     Perangkat perhatian
Perangkat perhatian yaitu status mental dari peserta didik untuk fokus dan memahami materi. Ketidaknyamanan fisik, distraksi lingkungan dan ansietas dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam belajar. Kondisi fisik seperti kelaparan, kelelahan dan nyeri dapat mengganggu kemampuan seseorang dalam berkonsentrasi, sehingga sangat berpengaruh pada pembelajaran. Ansietas merupakan perasaan tidak menentu, oleh karena itu ansietas bisa meningkatkan atau bahkan menurunkan kemampuan seseorang di dalam memberikan perhatian. Sedangkan distraksi lingkungan berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam memperhatikan pengajar dan aktivitas dalam proses pembelajaran.
b.   Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang membuat seseorang mengambil atau melakukan suatu tindakan. Motivasi berasal dari motif sosial, tugas dan fisik. Motivasi sosial dierlukan untuk berhubungan, harga diri, atau penampilan sosial. Biasanya seorang individu mencari oranglain dalam membandingkan kemampuan, pendapat, dan emosinya. Motivasi fisik juga sering terjadi kepada klien, klien yang mempunyai perubahan fungsi fisik  biasanya termotivasi untuk belajar. 
Tidak semua orang merasa perlu melakukan tindakan menjaga dan mempertahankan kesehatan. Oleh karena itu, keyakinan bahwa kesehatan adalah yang utama bisa dijadikan motivasi yang kuat untuk seseorang dalam menjaga kesehatannya. Model keyakinan kesehatan dapat digunakan oleh perawat di dalam melaksakan pendidikan kesehatan kepada klien. Model ini dibuat untuk menjelaskan alasan seseorang dalam mencoba tindakan kesehatan.
c.       Adaptasi psikososial terhadap penyakit
Penurunan kesehatan tubuh sering kali sulit diterima oleh klien. Secara psikologis proses berduka akan membuat klien membutuhkan lebih banyak waktu untuk beradaptasi dengan implikasi emosi dan fisik dari penyakit. Kesiapan seseorang untuk belajar bergantung pada tingkat berduka. Ketika klientidak sanggup menerima realitas penyakitnya, ia akan sulit atau bahkan tidak akan mau untuk diajak belajar. Sehingga, pengajaran untuk klien harus dijadwalkan sesuai dengan kesiapannya untuk belajar.
d.      Partisipasi aktif
Keikutsertaan klien di dalam proses pengajaran dipengaruhi oleh keinginan klien dalam mendapatkan pengetahuan. Dalam hal ini klien tidak hanya terlihat sebagai seorang penerima pendidikan atau asuhan kesehatan yang pasif, tetapi juga sebagai mitra aktif pemberian asuhan.
2.       Kemampuan untuk belajar
a.       Kemampuan perkembangan
Perkembangan kognitif klien sangat berpengaruh terhadap kemampuannya dalam belajar. Sebelum seseorang mempelajari informasi baru, kedewasaan serta perkembangan kognitifnya mutlak ada. Usia seseorang  menunjukkan perkembangan kemampuannya dalam proses belajar.
b.      Kemampuan fisik
Selain kemampuan perkembangan, kemampuan seseorang di dalam belajar juga bergantung dari tingkat perkembangan dan kesehatan fisik secara umum. Kondisi seseorang yang menguras tenaga juga bisa membuat kemampuan belajar seseorang menjadi terganggu.
3.       Lingkungan belajar
“Faktor dalam lingkungan fisik merupakan faktor dimana pengajaran dilakukan sehingga membuat proses belajar tersebut menjadi menyenangkan atau menjadi suatu pengalaman yang menyulitkan. Perawat harus memilih lingkungan yang membantu klien untuk memfokuskan diri pada tugas pembelajaran” (Potter dan Pery, 2005:346). Lingkungan ideal yang sesuai digunakan untuk melangsungkan kegiatan belajar adalah ruangan dengan penerangan yang cukup dan terdapat sirkulasi udara yang baik, suhu udara yang nyaman, serta perabot yang layak. Suasana tenang juga dibutuhkan di dalam melangsungkan kegiatan belajar.
v  Penggabungan Proses Keperawatan dan Proses Pengajaran
Berikut ini adalah tabel perbandingan antara proses keperawatan dan pengajaran menurut Potter dan Pery (2005:349)
Langkah Dasar
Proses Keperawatan
Proses Pengajaran
Pengkajian

Kumpulkan data mengenai kebutuhan fisik psikologis, sosial, kultural, perkembangan dan spiritual pasien itu sendiri, keluarga, tes diagnostik, catatan medis, riwayat keperawatan dan literatur.
Kumpulkan data mengenai kebutuhan belajar klien, motivasi, kemamuan untuk belajar serta sarana pengajaran dari klien, keluarga, lingkungan belajar, catatan medis, riwayat keperawatan, dan literatur.
  Diagnosa keperawatan
Identifikasidiagnosa keperawatan yang tepat.
Identifikasi kebutuhan pengajaran klien mengaccu pada tiga domain pengajaran.
  Perencanaan
Kembangkan rencana asuhan secara individual. Tetapkan prioritas diagnosa berdasarkan kebutuhan segera klien. Rundingkan rencana asuhan dengan klien.
Tetapkan tujuan pengajaran. Rumuskan dalam terminologi tingkah laku. Identifikasi prioritas yang berhubungan dengan kebutuhan belajar. Rundingkan dengan klien tentang rencana pengajaran. Identifikasi metode pengajaran yang digunakan.
 Implementasi
Lakukan terapi asuhan keperawatan. Libatkan klien sebagai peserta aktif dalam asuhan keperawatan. Libatkan keluarga dalam asuhan sesuai kebutuhan.
Implementasikan metode pengajaran.  Secara aktif libatkan klien dalam aktivitas pengajaran. Libatkan partisipasi keluarga sesuai kebutuhan.
Evaluasi
Identifikasi keberhasilan dalam memenuhi hasil yang diharapkan serta keberhasilan asuhan keperawatan.
Nilai hasil proses belajar mengajar. Ukur kemampuan klien untuk mencapai tujuan pengajaran. Ulangi pengajaran bila dibutuhkan.

*Catatan: Diringkas oleh Setyowati Fitri Istianti dari buku Potter, P. A. & Pery, A. G. 1999. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Vol. 1 E/4. Alih bahasa oleh Yasmin Asih, Made Sumarwati, Dian Evriyani, Laily Mahmudah, Ellen Panggabean, Kusrini S, Sari Kurnianingsih, Enie Novieastari. Jakarta: EGC. (Halaman 335—368)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar...