ELIMINASI
URINE*
Eliminasi urine merupakan fungsi dasar
yang seringkali dianggap remeh oleh masyarakat pada umumnya. Jika sistem
perkemihan terganggu, maka akan mempengaruhi pada sistem organ lainnya. Seseorang
dengan perubahan eliminasi urine dapat menderita emosial yang disebabkan
perubahan citra tubuhnya (Potter & Perry,2005:1679).
v Fisiologi Eliminasi Urine
Eliminasi urine bergantung pada
fungsi-fungsi organ berikut ini:
1. Ginjal,
adalah sepasang
organ yang bentuknya menyerupai kacang buncis dengan warna coklat kemerahan,
yang berada pada kedua sisi kolumna vertebralis posterior terhadap peritoneum serta terletak di bagian dalam otot punggung. Produk
buangan yang adalah hasil metabolisme di kumpul di dalam darah dan difiltrasi
di ginjal. Setiap ginjal terdapat 1 juta nefron. Darah masuk melalui arteriola
aferen menuju nefron. Sekumpulan pembuluh darah ini akan membentuk jaringan
yaitu kapiler glomerulus, sebagai tempat awal filtrasi darah sertatempat
pertama pembentukan urine. Ginjal menghasilkan hormon-hormon penting yang
berfungsi memproduksi sel darah merah, mengatur tekanan darah, serta
mineralisasi tulang. Selain itu, ginjal juga memproduksi eritropoietin dan
renin. Eritropoietin merupakan hormon utama yang dilepaskan sel-sel glomerulus
khusus, yang mampu merasakan turunnya oksigenasi pada sel darah merah. Sedangkan,
renin ialah hormon yang mengatur aliran darah ketika terjadi iskemia ginjal
serta sebagai enzim yang menyebabkan angiotensinogen berubah menjadi
angiotensin I. Ginjal juga mengambil
peran penting dalam mengatur kalsium dan fosfat (Potter & Perry,2005:1679).
2. Ureter,
bergabung dengan
pelvis renalis sebagai jalur utama pembuangan urine. Urine keluar dari tubulus
dan masuk ke duktus pengumpul yang mentranspor urinemenuju pelvis renalis.
Lapisan luar ureter ialah jaringan penyambung fibrosa sebagai penyokong ureter.
Gerakan peristaltis mengakibatkan urine masuk ke kandung kemih dalam wujud
semburan, tidak dalam wujud aliran yang konsisten (Potter &
Perry,2005:1680).
3. Kandung
kemih, adalah organ
cekung yang mampu berdistensi yang
disusun atas jaringan otot sebagai wadah urine dan sebagai organ ekskresi.
Kandung kemih mampu menampung kurang lebih 600 ml urine, meskipun pengeluaran
urine normal yaitu sekitar 300 ml. Saat keadan penuh, kandung kemih akan
membesar dan melebar hingga atas simfisis pubis. Dinding kandung kemih terdapat
3 lapisan: lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa
(Potter & Perry,2005:1681).
4. Uretra,
merupkan jalur
keluarnya urine dari kandung kemih, sedangkan urine keluar dari tubuh melewati
meatus uretra. Pada wanita, panjang uretra
sekitar 4-6,5 cm. Sedangkan pada pria berfungsi sebagai saluran
perkemihan serta jalan keluar sel sekaligus sekresi organ produksi, dengan
panjang 20 cm. meatus urinarus pada wanita terletak antara labia minora, di
bawah klitoris dan di atas vagina. Sebagai meatus pada pria terletak di ujung
distal penis (Potter & Perry,2005:1681).
5. Kerja
perkemihan. Ketika berkemih,
siklus yang terjadi adalah kontraksi kandung kemih serta relaksasi otot panggul
di dasar panggul yang telah terkoordinasi. Ketika seseorang menahan untuk
berkemih, maka sfingter urinarius berkontraksi dan refleks mikturisi dihambat.
Sedangkan, apabila seseorang siap untuk berkemih, sfingter eksterna
berelaksasi, otot detrusor distimulasi oleh refleks mikturisi untuk
berkontraksi mengakibatkan pengosongan kandung kemih secara efisien (Potter
& Perry,2005:1681).
v Faktor yang Mempengaruhi Urinisasi
1 Pertumbuhan
dan perkembangan. Bayi
dan anak kecil belum bisa memekatkan urine mereka secara efektif. BB anak kecil
sekitar 10% BB orang dewasa, namun mengekskresi urine 33% lebih banyak banyak
dibandingkan orang dewasa. Seorang anak akan mampu mengontrol mikturisi itu
sendiri secara volunter pada usia 18-24 bulan. Orang dewasa akan
mengekskresikan urine 1500 hingga 1600 ml per hari dalam kondisi normal. Proses
penuaaan akan mengganggu mikturisi dan terjadinya perubahan fungsi ginjal serta
kandung kemih (Potter & Perry,2005:1682).
2. Faktor
sosiokultura. Adat istiadat
mengenai privasi berkemih terkadang
berbeda-beda. Misalnya masyarakat AS yang memandang fasilitas toilet merupakan
hal yang pribadi, sedangkan beberapa budaya Eropa menganggap fasilitas toilet
dapat digunakan bersama-sama. Pendekatan keperawatan pada kebutuhan eliminasi
klien wajib mempertimbangkan aspek budaya serta kebiasaan sosial klien (Potter
& Perry,2005:1683).
3. Faktor
psikologi. Ansietas serta
stress emosional mampu menimbulkan dorongan dalam berkemih serta frekuensi
berkemih meningkat. Ansietas juga bisa membuat individu tidak dapat berkemih
hingga tuntas (Potter & Perry,2005:1683).
4. Kebiasaan
pribadi. Kebanyakan
individu menganggap privasi serta waktu yang adekuat dalam berkemih itu
penting. Beberapa individu terkadang memerlukan distraksi (contonya membaca) untuk
rileks (Potter & Perry,2005:1684).
5. Tonus
otot. Lemahnya otot
dasar panggul dan otot abdomen dapat merusak kontrol sfingter pada uretra
eksterna dan merusak kontraksi kandung kemih. Drainase urine yang
berkepanjangan melalui kateter menetap mengakibatkan hilangnya tonus pada kandung
kemih dan kerusakan sfingter uretra (Potter & Perry,2005:1684).
6. Status
volume. Ginjal
mempertahankan keseimbangan yang sensitif antara ekskresi dan retensi cairan.
Jumlah haluaran urine dapat bervariasi sesuai asupan makanan serta cairan
(Potter & Perry,2005:1684).
7. Kondisi
penyakit. Beberapa penyakit
mampu mempengaruhi kemampuan dalam berkemih. Penyakit yang menghambat atau
memperlambat aktifitas fisik dapat mengganggu kemampuan berkemih (Potter &
Perry,2005:1684).
8. Prosedur
bedah. Stress pembedahan
awalnya dapat memicu sindrom adaptasi yang umum. Misalnya, pembedahan pada
srtuktur panggul serta abdomenbagian bawah mampu merusakkan urinisasi yang
disebabkan trauma lokal jaringan sekitar (Potter & Perry,2005:1685).
9. Obat-obatan.
Klien yang telah
mengalamai perubahan fungsi ginjal memerlukan penyesuaian terhadap dosis obat yang
akan disekresi oleh ginjal (Potter & Perry,2005:1685).
10. Pemeriksaan
diagnostik. Pemeriksaan
sistem perkemihan akan mempengaruhi proses berkemih (Potter &
Perry,2005:1686).
v Perubahan dalam Eliminasi Urine
1. Retensi
urine, merupakan
akumulasi urine dalam kandung kemih karena ketidakmampuan melakukan pengosongan
kandung kemih (Potter & Perry,2005:1686).
2. Infeksi
saluran kemih bagian bawah,
merupakan infeksi yang sering dijumpai di rumah sakit di Amerika Serikat. Penyebabnya
ialah dimasukkannya alat ke dalam saluran kemih, contohnya pemasangan kateter
ataupun kurangnya kebersihan perineum pada wanita (Potter &
Perry,2005:1686).
3. Inkontinensia
urine, adalah hilangnya
kontrol berkemih, yang dapat bersifat menetap atau sementara (Potter &
Perry,2005:1688).
4. Diversi
urinarius, yaitu keadaan
dimana klien harus mengenakan peralatan buatan sebagai tempat untuk pengumpulan
urine serta klien harus mengetahui cara penatalaksanaannya (Potter &
Perry,2005:1689).
v Proses Keperawatan untuk Masalah Urinarius
·
Pengkajian
Dalam melakukan
identifikasi masalah eliminasi urine serta pengumpulan data guna penyusunan
asuhan keperawatan (Potter & Perry,2005:1689), seorang perawat harus
melakukan beberapa pengkajian meliputi:
1. Riwayat keperawatan, seperti pola
perkemihan, gejala perubahan perkemihan, serta faktor yang akan mempengaruhi
perkemihan.
2. Pengkajian fisik, seperti kulit,
ginjal, kandung kemih, dan meatus uretra.
3. Pengkajian urine, seperti asupan dan
haluaran, karakteristik urine, serta pemeriksaan urine.
·
Diagnosa Keperawatan
Diagnosis
memiliki fokus pada perubahan yang terjadi saat eliminasi urine dan
masalah-masalah yang terkait, seperti rusaknya integritas kulit yang berkaitan
dengan inkontinensia urine. Identifikasi karakteristik merupakan penentu untuk
mengarahkan perawat dalam mengambil keputusan melakukan diagnosis yang tepat
(Potter & Perry,2005:1704).
·
Perencanaan
Untuk
mengembangkan sebuah rencana keperawatan, perawat harus menetapkan tujuan serta
hasil akhir untuk setiap diagnosis. Perawat juga merencanakan sebuah terapi
sesuai tingkat keparahan risiko yang dialami klien. Merencanakan asuhan
keperawatan akan melibatkan suatu pemahaman mengenai kebutuhan klien dalam
mengontrol fungsi tubuhnya. Perencanaan keperawatan untuk klien yang dirawat di
sebuah rumah sakit harus mencakup perencanaan pulang (Potter &
Perry,2005:1705).
·
Implementasi
Implementasi
adalah fase tindakan pada proses keperawatan. Tindakan tersebut dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu, aktivitas mandiri yang merupakan aktivitas saat perawat
menentukan keputusannya sendiri, serta aktivitas kolaboratif yang merupakan
aktivitas-aktivitas yang telah diprogramkan oleh dokter serta dilaksanakan oleh
perawat, contohnya pemberian obat (Potter & Perry,2005:1707).
Ø Peningkatan Kesehatan
Fokus peningkatan kesehatan ialah
upaya membantu klien memahami serta berperan aktif dalam praktik perawatan pada
diri sendiri untuk memelihara dan melindungi fungsi sistem perkemihan yang
sehat (Potter & Perry,2005:1707). Fokus ini dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu:
·
Penyuluhan Klien
Keberhasilan terapi untuk
menghilangkan atau meminimalkan suatu masalah eliminasi urine, beberapa
bergantung pada keberhasilan memberikan penyuluhan terhadap klien. Perawat
dapat melakukan penyuluhan dengan mudah ketika memberikan asuhan keperawatan
(Potter & Perry,2005:1707).
·
Meningkatkan Perkemihan Normal
Mempertahankan eliminasi yang normal
akan membantu mencegah adanya masalah perkemihan. Perawat dapat menerapkan
beberapa tindakan secara mandiri, seperti menstimulasi refleks berkemih,
mempertahankan kebiasaan eliminasi, serta mempertahankan asupan cairan secara
adekuat (Potter & Perry, 2005:1708).
·
Meningkatkan Pengosongan pada Kandung
Kemih secara Lengkap
Saat kondisi normal, urine dalam
jumlah kecil akan tersisa dalam kandung kemih karena sfingter pada kandung
kemih menutup. Seseorang secara normal tetap bisa mengontrol pengeluaran urine
serta tetap berkeringat (Potter & Perry,2005:1709).
·
Pencegahan Infeksi
Salah satu yang menjadi pertimbangan
penting untuk klien yang menderita perubahan perkemihan adalah kebutuhan dalam
mencegah infeksi di sistem perkemihannya. Salah satu caranya ialah dengan
mengasamkan urine (Potter & Perry,2005:1709).
Ø Perawatan Akut
·
Mempertahankan Kebiasaan Eliminasi
Penundaan untuk membantu klien menuju
kamar mandi mampu mengganggu proses berkemih yang normal serta menyebabkan
inkontinensia. Privasi juga penting dalam berkemih normal, misalnya anak kecil
sering tidak dapat berkemih jika ada orang lain selain orang tuanya. Apabila
klien menggunakan tindakan yang khusus dalam berkemih, seorang perawat harus
mengupayakan penggunaan tindakan tersebut di rumah dan, jika bisa, di institusi
(Potter & Perry,2005:1710).
·
Obat-obatan
Terapi obat-obatan yang diterapkan
secara tersendiri maupun bersamaan dengan terapi lainnya mampu membantu
mengatasi inkontinensia (Potter & Perry,2005:1710).
·
Kateterisasi
Kateterisasi pada kandung kemih
dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik ataupun karet melewati uretra
menuju kandung kemih.kateter memungkinkan urine mengalir secara berkelanjutan
untuk klien yang tidak bisa mengontrol perkemihan atau pada klien yang
menderita obstruksi (Potter & Perry,2005:1710).
·
Pencegahan Infeksi
Klien yang melakukan kateterisasi
dapat mengalami infeksi dengan berbagai cara. Ada beberapa cara mencegah
infeksi untuk pasien yang dikateterisasi, yaitu irigasi serta instilasi
kateter, melepaskan kateter menetap, dan alternatif dalam kateterisasi uretra
(Potter & Perry,2005:1721).
Ø Perawatan Restorasi
Klien bisa mendapatkan kembali fungsi
perkemihan secara normal dengan melakukan aktivitas khusus, seperti melatih
kandung kemih dan melatih kebiasaan berkemih (Potter & Perry,2005:1729).
Dapat pula melakukan cara-cara berikut ini:
1. Menguatkan otot pada dasar panggul
2. Bladder
retraining
3. Melatih kebiasaan berkemih
4. Kateterisasi mandiri
5. Mempertahankan integritas kulit
6. Peningkatan rasa nyaman
·
Evaluasi
Untuk
mengevaluasi sebuah hasil akhir serta respon klien pada asuhan keperawatan,
seorang perawat mengukur keefektifan seluruh intervensi. Perawat mengumpulkan
data-data klien yang berkaitan dengan pola perkemihan, risiko mengalami
perubahan dalam saluran urinarius, serta kondisi fisik. Intervensi keperawatan
akan meningkatkan perkemihan normal serta memberi dukungan terhadap klien yang
tidak dapat mempertahankan kontrol berkemihnya. Upaya dalam memberikan
perawatan kepada klien yang berkualitas adalah tujuan utama dan terpenting
dalam profesi keperawatan (Potter & Perry,2005:1735).
*Catatan:
Diringkas oleh Eunike Ayu Darmawati dari buku Potter, P.A. & Perry, A.G. 2005.
Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik, Vol. 2 E/4. Alih bahasa oleh Renata
Komalasari, Dian Evriyani, Enie Novieastari, Afrina Hany & Sari
Kurnianingsih. Jakarta: EGC. (halaman 1679-1735).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar...